Kesilapan dan kegagalan yang sentiasa akrab dengan kita itu sebenarnya ada hikmah yang tersembunyi, kita tidak pernah terfikir bahawa disebalik perancangan yang telah dibuat walau semantap mana pun sebenarnya ada perancangan yang telah diatur dari azali ke atas kita oleh Maha Perancang. Kita juga diberi kesempatan oleh akal untuk menilai diri sendiri dan menilai sejauh mana kesetiaan terhadap Sang Khaliq. Dimana nilai kita di mata orang lain. Secara totalnya kita dapat menguji sejauh mana erti kesabaran dan apa erti tawakal yang sebenarnya. Kalau dulu perkataan tawakal hanya bermain dibibir tanpa dilaluinya tanpa sebarang amali. Maka erti tawakal yang sebenarnya itu tidak pernah pun dilalui dan diyakini sepenuhnya.
Di dalam kitab Riyadh us Salihin ada memaparkan sebuah kisah; Dari Abdullah bin Abbas r.a. berkata, Sabda Rasulullah s.a.w
“Telah ditunjukkan kepadaku keadaan umat yang dahulu, hingga aku melihat seorang Nabi dengan rombongan yang kecil, dan ada pula Nabi yang mempunyai satu atau dua pengikut, bahkan ada juga Nabi yang tiada pengikutnya.. Kemudian aku melihat satu rombongan yang besar sekali, aku kira itu umatku, maka diberitahukan padaku bahawa itu adalah Nabi Musa dan kaumnya….
Tiba-tiba di ufuk kanan dan kiriku, di sana aku melihat rombongan yang besar sekali, dikatakan kepadaku: Itulah umatmu dan di samping mereka ada 70000 yang masuk syurga tanpa hisab.”
Setelah itu Nabi pun bangun dan masuk ke rumahnya. Manakala para sahabat tertanya-tanya sesama sendiri mengenai golongan yang masuk syurga tanpa dihisab itu. Pelbagai pendapat yang diutarakan mereka.
Kemudian Rasulullah s.a.w pun kembali dan bertanya: “Apakah yang sedang kau bicarakan?”
Maka para sahabat pun mengajukan masalah itu,
Lalu Rasulullah s.a.w bersabda: “Mereka itu adalah yang tidak pernah menjampi atau dijampikan dan tidak suka menebak nasib dengan pengantaraan burung, dan kepada Tuhan mereka selalu berserah (bertawakal).
Pabila para sahabat mendengar sabda Rasulullah s.a.w itu, bangunlah Ukkasjah bin Mihshan dan berkata: “Ya Rasulullah doakan semoga Allah memasukkan saya dari golongan mereka.”
Jawab baginda. “Engkau termasuk golongan mereka.”
Kemudian berdiri pula sahabat yang lain. “Doakan semoga Allah menjadikan saya dari golongan mereka!
Jawab baginda: “Engkau telah didahului oleh Ukkasjah..
(Bukhari dan Muslim)
dan perhatikan pula ayat di bawah ini yang bermaksud:
“Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gementar hatinya, dan dibacakan ayat-ayatNya kepada mereka bertambah kuat imannya dan hanya kepada Tuhan mereka berserah.." (Al-anfal:2)
Imam Al Ghazali menulis, bahwa tawakal termasuk daripada bahagian keimanan dan menyangkut masalah ketauhidan. Hal Ini dapat dimengerti karena seluruh kejadian dan fenomena yang ada di alam sepenuhnya tunduk pada kekuasaan Allah. Kenyang setelah makan, pintar bila belajar, merupakan hukum kausalitas (sebab-akibat) yang diciptakan Allah. Kenyang memang disebabkan oleh nasi yang dimakan, namun penyebab nasi dapat mengenyangkan merupakan akibat yang diberikan Allah kepada nasi. Jadi semuanya tetap bermuara kepada Allah. Dengan tawakal, seorang mutawakil menyandarkan kekenyangannya disebabkan rahmat Allah bukan kepada nasi yang dimakannya.
Imam Al Ghazali menulis, bahwa tawakal termasuk daripada bahagian keimanan dan menyangkut masalah ketauhidan. Hal Ini dapat dimengerti karena seluruh kejadian dan fenomena yang ada di alam sepenuhnya tunduk pada kekuasaan Allah. Kenyang setelah makan, pintar bila belajar, merupakan hukum kausalitas (sebab-akibat) yang diciptakan Allah. Kenyang memang disebabkan oleh nasi yang dimakan, namun penyebab nasi dapat mengenyangkan merupakan akibat yang diberikan Allah kepada nasi. Jadi semuanya tetap bermuara kepada Allah. Dengan tawakal, seorang mutawakil menyandarkan kekenyangannya disebabkan rahmat Allah bukan kepada nasi yang dimakannya.
Renung dan terus merenung sedalam-dalamnya ayat tersebut yang mempunyai seribu makna yang tersirat, begitu juga apa yang dimaksudkan oleh Hujjatul Islam itu untuk permulaan kita mengenal apa erti tawakal yang sebenarnya.Fakir cuba berkongsi dengan setiap pembaca artikel ini untuk lebih tahu apa itu tawakal dan definisinya. Bila diri Fakir sendiri terpaksa menempuh pengalaman bertawakal dalam persoalan hidup, maka Fakir mula menyelak satu dua kitab yang mengupaskan kefahaman tentang tawakal. Ini dilakukan oleh Fakir untuk mengubat hati yang sedang bercelaru apabila dilanda masalah. Tiada siapa dikala itu untuk dikongsikan sebarang permasalahan kerana ramai yang seakan jemu mendengarnya. Atas petunjuk dari Allah, tergerak di hati untuk menyemak kitab-kitab tersebut dan sebarang artikel yang berkaitan. Alhamdulillah, Allah telah secara langsung mengajar Fakir untuk mengubat dan menguatkan hati bila dilanda masalah dengan mencari definasi dan konsep tawakal yang sebenarnya.
Kita akan kongsi bersama segala yang Fakir telah baca dan ianya terlalu panjang untuk dimuatkan dalam satu artikel sahaja.InsyaAllah kita akan bahagikan kepada beberapa bahagian kemudiannya. Dimulakan berkongsi dengan apa erti tawakal yang sebenarnya.Tawakal kepada Allah Ta’ala ialah menyerahkan urusan kepadaNya, bergantung kepadaNya dalam semua keadaan, berlepas diri daripada daya upaya sendiri dan bergantung kepada daya dan kekuatanNya.
Tawakal adalah salah satu prinsip penting dalam Islam. Tanpa tawakal, seseorang akan mengandalkan segala usahanya, menyombongkan diri, bahkan dapat menyeret ke lembah keputusasaan. Dengan tawakal seseorang akan sedar bahwa segala sesuatu telah diatur oleh Allah SWT jua.
Kewajiban manusia hanya berusaha, bukan menentukan keberhasilan. Allah SWT memerintahkan hamba-Nya berusaha semaksima mungkin karena Allah SWT tidak akan mengubah nasib suatu kaum, hingga mereka mau mengubahnya sendiri.Sementara, berusaha adalah suatu keniscayaan. Sedangkan hasil usaha itu diserahkan kepada Allah SWT. Bekerja dengan sungguh-sungguh sesuai kemampuan, kemudian menyerahkan hasilnya kepada Allah SWT, itulah konsep tawakal yang sebenarnya.
Kita akan kongsi bersama segala yang Fakir telah baca dan ianya terlalu panjang untuk dimuatkan dalam satu artikel sahaja.InsyaAllah kita akan bahagikan kepada beberapa bahagian kemudiannya. Dimulakan berkongsi dengan apa erti tawakal yang sebenarnya.Tawakal kepada Allah Ta’ala ialah menyerahkan urusan kepadaNya, bergantung kepadaNya dalam semua keadaan, berlepas diri daripada daya upaya sendiri dan bergantung kepada daya dan kekuatanNya.
Tawakal adalah salah satu prinsip penting dalam Islam. Tanpa tawakal, seseorang akan mengandalkan segala usahanya, menyombongkan diri, bahkan dapat menyeret ke lembah keputusasaan. Dengan tawakal seseorang akan sedar bahwa segala sesuatu telah diatur oleh Allah SWT jua.
Kewajiban manusia hanya berusaha, bukan menentukan keberhasilan. Allah SWT memerintahkan hamba-Nya berusaha semaksima mungkin karena Allah SWT tidak akan mengubah nasib suatu kaum, hingga mereka mau mengubahnya sendiri.Sementara, berusaha adalah suatu keniscayaan. Sedangkan hasil usaha itu diserahkan kepada Allah SWT. Bekerja dengan sungguh-sungguh sesuai kemampuan, kemudian menyerahkan hasilnya kepada Allah SWT, itulah konsep tawakal yang sebenarnya.
Sebaliknya, meninggalkan usaha dengan alasan tawakal jelas merupakan kesalahan mengerti dalam makna tawakal itu sendiri. Berpangku tangan, menunggu keajaiban dari langit tanpa upaya konkrit pula merupakan bentuk keputusasaan.
Allah berfirman,
"Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-oang Mukmin bertawakal". (Ali Imran: 122)
"Dan, barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya". (Ath-Thalaq: 33)
Di dalam hadis diriwayatkan, Nabi SAW pernah menyebutkan bahwa di antara umatnya ada tujuh puluh ribu orang yang masuk syurga tanpa hisab. Kemudian beliau bersabda,
"Yaitu mereka yang tidak membual, tidak mencuri, tidak membuat ramalan yang buruk-buruk dan kepada Rabb mereka bertawakal". (Diriwayatkan Al-Bukhary dan Muslim)
Diantara doa yang dibaca Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ialah:
"Ya Allah, sesungguhnya aku memohon taufik kepada-Mu untuk mencintai-Mu daripada amal-amal, kebenaran tawakal dan baik sangka kepada-Mu". (Hadis Mursal, diriwayatkan Abu Nu'aim)
Rasulullah SAW memuji sifat tawakal, sabda baginda :
“Kalaulah kamu bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakal, nescaya Dia akan memberikan rezeki kepada kamu sebagaimana Dia memberikan rezeki kepada burung. Keluar di waktu pagi dalam keadaan kempis dan pulang dalam keadaan kenyang”.
"Dan, barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya". (Ath-Thalaq: 33)
Di dalam hadis diriwayatkan, Nabi SAW pernah menyebutkan bahwa di antara umatnya ada tujuh puluh ribu orang yang masuk syurga tanpa hisab. Kemudian beliau bersabda,
"Yaitu mereka yang tidak membual, tidak mencuri, tidak membuat ramalan yang buruk-buruk dan kepada Rabb mereka bertawakal". (Diriwayatkan Al-Bukhary dan Muslim)
Diantara doa yang dibaca Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ialah:
"Ya Allah, sesungguhnya aku memohon taufik kepada-Mu untuk mencintai-Mu daripada amal-amal, kebenaran tawakal dan baik sangka kepada-Mu". (Hadis Mursal, diriwayatkan Abu Nu'aim)
Rasulullah SAW memuji sifat tawakal, sabda baginda :
“Kalaulah kamu bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakal, nescaya Dia akan memberikan rezeki kepada kamu sebagaimana Dia memberikan rezeki kepada burung. Keluar di waktu pagi dalam keadaan kempis dan pulang dalam keadaan kenyang”.
Perlu juga kita tahu apa itu redha kerana redha itu sangat berkait rapat dengan tawakal.Salah satu takrif redha adalah seperti yang disebutkan oleh Ibnu ‘Athoillah as-Sakandari :“ Redha ialah hati meyakini qadimnya pilihan Allah Ta’ala terhadap hambaNya iaitu meninggalkan sifat marah ”Setelah tawakal kepada Allah, sifat redha dengan ketentuanNya perlu disertakan, kerana Dialah Maha Memberi (al-Wahhab ).
Contoh yang sangat mudah untuk digandingkan ialah, bilamana kita sebagai pesakit telah berusaha sedaya upaya berubat dengan pelbagai cara moden dan tradisional maka pulangannya kembalilah bertawakal kepada Allah, maka satu lagi elemen penting yang tidak boleh untuk dipinggirkan iaitulah sifat redha. Redha dengan takdirNya pada natijah yang akan diperolehi, sama ada kejayaan yang diidamkan atau pun sebaliknya. Andai takdir tidak menyebelahi kita, atau dengan kata lain, andai ada impian yang tidak tercapai, maka disitulah martabat redha perlu dihadirkan ke dalam hati, tanpa sebarang ragu atau kecewa dengan takdir yang menimpa.
Berkata Umar Ibnu Abdul ‘Aziz RA :
“ Tidak menggembirakanku melainkan ketentuan takdir." Beliau ditanya : “Apakah yang menggembirakanmu?" Beliau menjawab : “Apa yang ditakdirkan Ilahi”.
Yakinlah bahawa Allah redha kepada hambaNya, sekiranya hamba itu redha kepada Allah.Kita perlulah meletakkan kedua-dua perkara ini ( tawakal dan redha ) secara beriingan dalam kehidupan kita seharian. Setelah kita bertawakal, maka perlulah redha dengan segala keputusan yang diberi oleh Allah SWT.
Diantara definasi yang pernah diungkapkan oleh beberapa ulamak terkemuka ialah seperti:
1.)Ibnu Abbas r.a. berkata; Tawakal adalah yakin dan percaya kepada Allah.
2.)Imam Ahmad; Tawakal adalah memutuskan harapan dari sesama makhluk. Juga dia berkata Tawakal adalah menyerahkan suatu perkara kepada Allah serta yakin dan percaya kepadaNya.4.)Al-Hafidz Ibnu Hajar; memutuskan hubungan dalam melihat sebab musabab setelah melakukan sebab yang seharusnya dilakukan.
InsyaAllah akan bersambung lagi dikemudian hari.....
rujukan
Terjemahan Al Quran
Terjemahan Al Quran
Ihya Ulumuddin
Al Tawhid wa al tawakkal
Riyadhus Salihin
Tiada ulasan:
Catat Ulasan